Pengkhotbah

Perikop
Ayub 1:20-22

Ringkasan Khotbah

Apa yang menjadi perbedaan kita dengan Ayub (secara umum): 1) kita tidak sekaya Ayub, 2) kita tidak punya anak sebanyak Ayub, 3) Ayub diakui Tuhan sebagai orang yang saleh, jujur, dan takut akan Tuhan (Ayub 1:1). Yang menjadi kesamaan kita dengan Ayub adalah, kita sama-sama pernah merasakan kehilangan. Ayub adalah salah satu orang yang pernah kehilangan parah (seluruh miliknya hilang: kesehatan, harta, anak, teman-teman, istri, dll). Ketika Ayub kehilangan segalanya, ia tetap dapat menyembah Tuhan (ayat 20). Mengapa Ayub masih bisa seperti itu? Berikut 3 hal yang menjadi kunci Ayub tetap bisa menyembah meskipun dalam kehilangan:

  1. Ayub mengerti bahwa semua yang dimilikinya adalah milik Tuhan

    Semuanya adalah milik Tuhan. Semua yang dimiliki manusia adalah titipan Tuhan namun, sumber masalah terletak ketika menjaga hati untuk melepas “titipan” tersebut. Kita harus menyadari bahwa kita adalah pengelola, bukan pemilik dari semua yang Tuhan berikan.

    Konsep pikiran yang menjadikan hati manusia berubah dari “pengelola” menjadi “pemilik” adalah merasa bahwa segala hal merupakan usaha/jernih payah diri sendiri. Padahal segala sesuatu adalah anugrah Tuhan (ulangan 8).

  2. Tempat kita bukan di dunia ini (ayat 21)

    Ayub sadar dan memiliki standar bahwa dia “datang” dengan telanjang dan “pergi” dengan telanjang. Ayub tahu bahwa tujuan dia adalah kekekalan.

  3. Hati yang berpaut kepada Tuhan (ayat 21, bagian akhir)

    Ketika Ayub kehilangan sesuatu, hatinya bukan berpaut pada apa yang dimiliki, melainkan berpaut kepada Tuhan. Oleh karena itu ia masih dapat menyembah Tuhan ditengah kehilangannya.

    Ayub kehilangan karena perdebatan antara iblis dan Tuhan. Tapi melalui Ayub, Tuhan menyatakan juga bahwa teologia kemakmuran itu tidak benar. Marilah kita belajar akan konsep teologia yang benar. Seperti hati Abraham dan Yohanes Paulus, yang tidak tertambat pada anak dan kesehatan. Hati mereka tertambat pada Tuhan.